Materi PKN BAB 1 SMA/SMK Kelas XI Kewajiban Asasi Manusia

Berikut Materi PKN SMA ataupun SMK kelas XI pada BAB 1 yang akan membahas Harmonisasi Hak dan Kewajiban Asasi Manusia dalam Perspektif Pancasila.

Konsep Hak dan Kewajiban Asasi Manusia

Materi PKN BAB 1 SMA/SMK Kelas XI

1. Makna Hak Asasi Manusia

Untuk dapat memahami pengertian hak asasi manusia, ada baiknya kamu memperhaitkan fakta berikut ini.

a. Orang dilarang menghilangkan nyawa orang lain atau nyawanya sendiri sekalipun. Jika terbukti melakukannya negara akan mengenakan tindakan hokum.

b. Tidak ada satu bangsa pun di dunia ini yang rela dijajah bangsa lain. Negara – negara yang pernah dijajah pun selalu berusaha membebaskan diri dari belenggu penjajahan tersebut.

c. Tidak ada seorang manusia pun yang ingin hidup sengsara. Ia akan selalu berusaha mencapai kesejahteraan bagi dirinya lahir maupun batin.

Dari fakta diatas dapat dipahami bahwa para diri manusia selalu melekat tiga hal, yakni hidup, kebebasan, dan kebahagiaan. Ketiga hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat mendasar yang harus dimiliki oleh manusia. Dengan demikian, secara sederhana hak asasi manusia itu adalah hak dasar manusia menurut kodratnya.

Menurut UU RI Nomor 39 tahun 1999, hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hokum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Jan Materson, anggota Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa – Bangsa mengartikan HAM sebagai hak-hak yang melekat dalam diri manusia dan tanpa hak itu manusia tidak dapat hidup sebagai manusia. Dari pengertian tersebut, maka pada hakikatnya dalam HAM terkandung dua makna:

a. HAM merupakan hak alamiah yang melekat dalam diri manusia sejak ia dilahirkan ke dunia. Hak alamiah adalah hak yang sesuai kodrat manusia sebagai insan merdeka yang berakal budi dan berperikemanusiaan.

b. HAM merupakan instrument atau alat untuk menjaga harkat dan martabat manusia sesuai dengan kodrat kemanusiaannya yang luhur. Tanpa HAM manusia tidak akan dapat hidup sesuai harkat dan martabat kemanusiaannya sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna.

Dibanding hak-hak yang lain, hak asasi manusia memiliki ciri-ciri khusus sebagai berikut:

a. Hakiki, artinya hak asasi manusia adalah hak semua umat manusia yang sudah ada sejak lahir.

b. Universal, artinya hak asasi manusia berlaku untuk semua orang tanpa memandang status, suku bangsa, gender dan perbedaan lainnya.

c. Tidak dapat dicabut, artinya hak asasi manusia tidak dapat dicabut atau diserahkan kepada pihak lain.

d. Tidak dapat dibagi, artinya semua orang berhak mendapatkan semua hak, apakah hak sipil dan politik, atau hak ekonomi, sosial dan budaya.


2. Makna Kewajiban Asasi Manusia

Kewajiban secara sederhana dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Dengan demikian, kewajiban asasi dapat diartikan sebagai kewajiban dasar setiap manusia.

Hak dan kewajiban asasi merupakan dual hal yang saling berkaitan. Keduanya memiliki hubungan kausalitas atau hubungan sebab-akibat. Seseorang mendapat haknya dikarenakan dipenuhinya kewajiban yang dimiliki. Misalnya seorang pekerja mendapatkan upah, setelah dia melaksanakan pekerjaan yang menjadi kewajibannya.


Substansi Hak dan Kewajiban Asasi Manusia dalam Pancasila

Pancasila merupakan ideologi yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Pancasila sangat menghormati hak dan kewajiban asasi setiap warga negara maupun bukan warga negara Indonesia.

Nilai-nilai Pancasila dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis. Ketiga kategori nilai Pancasila tersebut mengandung jaminan atas hak asasi manusia, sebagaimana dipaparkan dibawah ini.

1. Hak dan kewajiban Asasi Manusia dalam Nilai Dasar Pancasila

Nilai dasar berkaitan dengan hakikat kelima sila Pancasila yaitu: nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilai-nilai dasar tersebut bersifat universal, sehingga di dalamnya terkandung cita-cita, tujuan, serta nilai-nilai yang baik dan benar.

Hubungan antara hak dan kewajiban asasi manusia dengan Pancasila dapat dijabarkan secara singkat sebagai berikut.

a. Ketuhanan Yang Maha Esa menjamin hak kemerdekaan untuk memeluk agama, melaksanakan ibadah dan kewajiban untuk menghormati pebedaan agama.

b. Kemanusiaan yang adil dan beradab menempatkan hak setiap warga negara pada kedudukan yang sama serta memiliki kewajiban dan hak-hak yang sama untuk mendapatkan jaminan dan perlindungan hukum.

c. Persatuan Indonesia mengamanatkan adanya unsur pemersatu di antara warga negara dengan semangat gotong royong, saling membantu, saling menghormati, rela berkorban, dan menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.

d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dicerminkan dalam kehidupan pemerintahan, bernegara, dan bermasyarakat yang demokratis. Menghargai setiap warga negara untuk bermusyawarah mufakat yang dilakukan tanpa adanya tekanan, paksaan, atau pun intervensi yang membelenggu hak-hak partisipasi masyarakat.

e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengakui hak milik perorangan dan dilindungi pemanfaatannya oleh negara serta memberi kesempatan sebesar-besarnya pada masyarakat.


2. Hak dan Kewajiban Asasi Manusia dalam Nilai Instrumental Pancasila

Nilai instrumental merupakan penjabaran dari nilai-nilai dasar Pancasila. Nilai instrumental sifatnya lebih khusus dibandingkan nilai dasar. Dengan kata lain, nilai instrumental merupakan pedoman pelaksanaan kelima sila Pancasila. Perwujudan nilai instrumental pada umumnya berbentuk ketentuan-ketentuan konstitusional mulai dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sampai peraturan daerah.

Adapun, peraturan perundang-undangan yang menjamin hak asasi manusia di antaranya sebagai berikut.

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terutama pasal 28 A – 28 J.

b. Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1988 tentang Hak Asasi Manusia. Di dalam Tap MPR tersebut terdapat Piagam HAM Indonesia.

c. Ketentuan dalam undang-undang organik, yaitu:

  1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1988 tentang Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakukan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendakan Martabat Manusia
  2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
  3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
  4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 tentang Konvenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik.
  5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 tentang Konvenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya.

d. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

e. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah.

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan terhadap Korban dan Saksi dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat.
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi, Rehabilitasi terhadap Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat.

f. Ketentuan dalam Keputusan Presiden (Kepres).

  1. Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
  2. Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Nomor 87 tentang Kebebasan Berserikan dan Perlindungan untuk Berorganisasi.
  3. Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan HAM pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Surabaya, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Makasar.
  4. Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2001 tentang Perubahan Kepres Nomor 53 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan Ad Hoc pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
  5. Keputusan Presiden Nomor 40 Tahun 2004 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun 2004 – 2009.

3. Hak dan Kewajiban Asasi Manusia dalam Nilai Praksis Sila-Sila Pancasila

Nilai praksis merupakan realisasi nilai-nilai instrumental suatu pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. Nilai praksis Pancasila senantiasa berkembang dan selalu dapat dilakukan perubahan dan perbaikan sesuai perkembangan zaman dan aspirasi masyarakat.

Hak dan kewajiban asasi manusia dalam nilai praksis Pancasila dapat terwujud apabila nilai-nilai dasar dan instrumental Pancasila itu sendiri dapat dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari oleh seluruh warga negara. Adapun, sikap positif tersebut di antaranya dapat kalian lihat dalam table di bawah ini.


Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia

1. Penyebab Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Dalam kehidupan sehari-hari, kamu pasti sering mendengan dan melihat peristiwa-peristiwa seperti perampokan yang disertai pembunuhan, penyiksaan, dan sebagainya. Semua peristiwa itu merupakan pelanggaran HAM.

Pelanggaran HAM disebabkan oleh faktor-faktor berikut.

a.    Faktor internal, yaitu dorongan untuk melakukan pelanggaran HAM yang berasal dari diri pelaku pelanggaran HAM, di antaranya sebagai berikut.

1) Sikap egois atau mementingkan diri sendiri

    Sikap ini akan menyebabkan seseorang untuk selalu menuntut haknya, semetara kewajibannya sering diabaikan.

2) Rendahnya kesadaran HAM

    Hal ini akan menyebabkan pelaku pelanggaran HAM berbuat seenaknya. Pelaku tidak mau tahu bahwa orang lain pun mempunyai hak asasi yang harus dihormati. Sikap ini berakibat munculnya perilaku atau tindakan penyimpangan terhadap hak asasi manusia.

3) Sikap tidak toleran

    Sikap ini akan menyebabkan munculnya saling tidak menghargai dan tidak menghormati atas kedudukan atau keberadaan orang lain.

b. Faktor eksternal, yaitu faktor-faktor di luar diri manusia yang mendorong seseorang atau sekelompok orang melakukan pelanggaran HAM, di antaranya sebagai berikut.

1)    Penyalahgunaan kekuasaan

    Di dalam masyarakat terdapat berbagai macam kekuasaan. Kekuasaan ini tidak hanya merujuk menunjuk pada kekuasaan pemerintah, tetapi juga bentuk-bentuk kekuasaan lain. Salah satu contohnya adalah kekuasaan di dalam perusahaan. Para pengusahan yang tidak memperdulikan hak-hak buruhnya jelas melanggar hak asasi manusia. Oleh karena itu, setiap penyalahgunaan kekuasaan mendorong timbulnya pelanggaran HAM.

2)    Ketidaktegasan aparat penegak hukum

    Aparat penegak hukum yang tidak bertindak tegas terhadap setiap pelanggaran HAM, tentu saja akan mendorong timbulnya pelanggaran HAM lainnya. Penyelesaian kasus pelanggaran HAM tidak tuntas akan menjadi pemicu bagi munculnya kasus-kasus lain. Aparat penegak hukum yang bertindak sewenang-wenang juga dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran HAM dan menjadi contoh yang tidak baik. Hal ini dapat mendorong timbulnya pelanggaran HAM yang oleh masyarakat umumnya.

3)    Penyalahgunaan teknologi 

    Kemajuan teknologi dapat memberikan pengaruh yang positif, tetapi bisa juga memberikan pengaruh negative bahkan memicu timbulnya kejahatan. Kamu tentunya pernah mendengar kasus penculikan yang berawal dari pertemanan dalam jejaring sosial. Kasus tersebut menjadi bukti apabila pemanfaatan teknologi sesuai aturan, tentu saja hal ini akan menjadi penyebab timbulnya pelanggaran HAM.

4)    Kesenjangan sosial dan ekonomi yang tinggi

    Kesenjangan menggambarkan terjadinya ketidakseimbangan yang mencolok di dalam kehidupan masyarakat. Pemicunya adalah perbedaan tingkat kekayaan atau jabatan yang dimiliki. Apabila hal tersebut dibiarkan akan menimbulkan terjadinya pelanggaran HAM, misalnya perbudakan, pelecehan, perampokan bahkan pembunuhan.


2. Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia

Di Indonesia, meskipun pemerintah telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan mengenai HAM namun pelanggaran HAM tetap selalu ada, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat sendiri.

Berikut ini beberapa contoh kasus pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Indonesia.

1. Kerusuhan Tanjung Priok tanggal 12 September 1984. Dalam kasus ini 24 orang tewas, 36 orang luka berat, dan 19 orang luka ringan. Keputusan majelis hakim terhadap kasus ini menetapkan 14 terdakwa seluruhnya dinyatakan bebas.

2. Penyerbuan Kantor Partai Demokrasi Indonesia tanggal 27 Juli 1996. Dalam kasus ini lima orang tewas, 149 luka-luka, dan 23 orang hilang. Keputusan majelis hakim terhadap kasus ini menetapkan empat terdakwa dinyatakan bebas dan satu orang terdakwa divonis 2 (dua) bulan 10 hari.

3. Penembakan mahasiswa Universitas Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998. Dalam kasus ini 4 (empat) orang mahasiswa tewas. Mahkamah Militer yang menyidangkan kasus ini memvonis dua terdakwa dengan hukuman 4 (empat) bulan penjara, empat terdakwa divonis 2 – 5 bulan penjara dan sembilan orang terdakwa divonis penjara 3 – 6 tahun.

4. Tragedi Semanggi  I pada tanggal 13 November 1998. Dalam kasus ini enam orang mahasiswa tewas. Kemudian terjadi lagi tragedi Semanggi II pada tanggal 24 September 1999 mengakibatkan seorang mahasiswa tewas.

5. Penculikan aktivis ada 1997/1998. Dalam kasus ini 23 orang dinyatakan hilang (9 orang di antaranya telah dibebaskan, dan 13 orang belum ditemukan sampai saat ini ).


Upaya Penegakan Hak Asasi Manusia (HAM)

1. Upaya Pemerintah dalam Menegakkan HAM

Bangsa Indonesia dalam proses penegakan HAM tentu saja mengacu pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta peraturan perundang-undangan lainnya. Dengan kata lain, penegakan HAM di Indonesia tidak berorientasi pada pemahaman HAM liberal dan sekuler tidak selaras dengan makna sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.

Selain mengacu pada peraturan perundang-undangan nasional, proses penegakan HAM di Indonesia juga mengacu kepada ketentuan-ketentuan hukum internasional yang pada dasarnya memberikan wewenang luar biasa kepada setiap negara.

Pemerintah Indonesia dalam proses penegakan HAM ini telah melakukan langkah-langkah strategis, di antaranya sebagai berikut.

a. Pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Nasional

Komnas HAM dibentuk pada 7 Juni 1993 melalui Keppres Nomor 50 Tahun 1993. Keberadaan Komnas HAM selanjutnya diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentan Hak Asasi Manusia pada pasal 75 sampai dengan pasal 99. 

Komnas HAM merupakan lembaga negara mandiri setingkat lembaga negara lainnya yang berfungsi sebagai lembaga pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi HAM. 

Komnas HAM berangotakan 35 orang yang dipilih oleh DPR berdasarkan usulan Komnas HAM dan ditetapkan oleh presiden. Masa jabatan anggota Komnas HAM selama lima tahun dan dapat diangkat lagi hanya untuk satu kali masa jabatan.

Komnas HAM mempunyai wewenang sebagai berikut.

  1. Melakukan perdamaian pada kedua belah pihak yang bermasalah.
  2. Menyelesaikan masalah secara konsultasi maupun negosiasi.
  3. Menyampaikan rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada pemerintah dan DPR untuk ditindaklanjuti.
  4. Memberi saran kepada pihak yang bermasalah untuk menyelesaikan sengketa di pengadilan.

b. Pembentukan Instrumen HAM

Instrumen HAM merupakan alat untuk menjamin proses perlindungan dan penegakan hak asasi manusia. Instrumen HAM biasanya berupa peraturan perundang-undangan dan lembaga-lembaga penegak hak asasi manusia, seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Pengadilan HAM. Instrumen HAM yang berupa peraturan perundang-undangan yang dibentuk untuk menjamin kepasitian hukum serta memberikan arahan dalam proses penegakan HAM. Adapun peraturan perundang-undangan yang dibentuk untuk mengatur masalah HAM sebagai berikut.

1) Pada amandemen kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditetapkan satu bab tambahan dalam batang tubuh yaitu bab XA yang berisi mengenai hak asasi manusia, melengkapi pasal-pasal yang lebih dahulu mengatur mengenai masalah HAM.

2) Dalam Sidang Istimewa MPR 1998 dikeluarkan Ketetapan MPR mengenai hak asasi manusia yaitu TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998.

3) Ditetapkannya Piagam HAM Indonesia pada tahun 1998.

4) Diundangkannya Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang diikuti dengan dikeluarkannya Perpu Nomor 1 Tahun 1999 tentang pengadilan HAM yang kemudian ditetapkan menjadi sebuah undang-undang, yaitu Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

5) Ditetapkannya peraturan perundang-undangan tentang perlindungan anak yaitu:

  1. Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak,
  2. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan
  3. Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.

6) Meratifikasi instrumen HAM internasional selama tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Instrumen HAM internasional yang diratifikasi di antaranya sebagai berikut.

  1. Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949. Telah diratifikasi dengan Undang-Undang RI Nomor 59 Tahun 1958.
  2. Konvensi Tentang Hak Politik Kaum Perempuan (Convention af Political Rights of Women). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang RI Nomor 68 Tahun 1958.
  3. Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elmination of Discrimination againts Women). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1984.
  4. Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child). Telah diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990.
  5. Konvensi Pelarangan Pengembangan, Produksi dan Penyimpanan Senjata Biologis dan beracun serta pemusnahannya (Convention on the Prohibition of the Development, Production and Stockpilling of Bacteriological iological) and Toxin Weapons and on their Destruction). Telah diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun 1991.
  6. Konvensi Internasional terhadap Anti Apartheid dalam Olahraga (International Convention Againts Apartheid in Sports). Telah disatifikasi dengan Undang-Undang RI Nomor 48 Tabun 1993.
  7. Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or degreeling Treatment or Punishment). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1998.
  8. Konvensi Organisasi Buruh Internasional Nomor 87 Tahun 1998 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi (ILO Convention No. 87, 1998 Concerning Freedom of Association and Protection of the Rights to Organise). Telah diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 1998.
  9. Konvensi Internasional tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial (Convention on the Elemination of Racial Discrimination). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 1999.
  10. Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang RI Nomor 11 tahun 2005.
  11. Kovenan Intemasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights.) Telah diratifikasi dengan Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 2005.

c. Pembentukan Pengadilan HAM

Pengadilan HAM dibentuk berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2000.

Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran HAM berat yang diharapkan dapat melindungi hak asasi manusia, baik perseorangan maupun masyarakat. Pengadilan HAM menjadi dasar bagi penegakan, kepastian hukum, keadilan dan perasaan aman, baik perseorangan maupun masyarakat.

Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Di samping itu, berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM yang dilakukan oleh warga negara Indonesia dan terjadi di luar batas teritorial wilayah Indonesia.


2. Upaya Penanganan Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia

a. Upaya Pencegahan Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Tindakan terbaik dalam penegakan HAM adalah dengan mencegah timbulnya semua faktor penyebab pelanggaran HAM. Apabila faktor penyebabnya tidak muncul, pelanggaran HAM pun dapat diminimalisir atau bahkan dihilangkan. Berikut ini tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi berbagai kasus pelanggaran HAM.

1) Menegakkan supremasi hukum dan demokrasi. Pendekatan hukum dan pendekatan dialogis harus dikemukakan dalam rangka melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Baca JugaMateri PKN BAB 4 SMA/SMK Kelas XI

2) Meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran HAM oleh pemerintah.

3) Meningkatkan pengawasan dari masyarakat dan lembaga-lembaga politik terhadap setiap upaya penegakan HAM yang dilakukan oleh pemerintah.

4) Meningkatkan penyebarluasan prinsip-prinsip HAM kepada masyarakat melalui lembaga pendidikan formal (sekolah/perguruan tinggi) maupun non-formal (kegiatan-kegiatan keagamaan dan kursus-kursus). Meningkatkan profesionalisme lembaga keamanan dan pertahanan negara.

5) Meningkatkan kerja sama yang harmonis antarkelompok atau golongan dalam masyarakat agar mampu saling memahami dan menghormati keyakinan dan pendapat masing-masing.

b. Membangun Harmonisasi Hak dan Kewjiban Asasi Manusia

Hak dan kewajiban asasi manusia merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Seseorang tidak dapat menikmati hak yang dimilikinya, sebelum memenuhi apa yang yang menjadi kewajibannya. Misalnya, dalam proses.

Bagaimana caranya mengharmonisasikan hak dan kewajiban asasi dalam kehidupan sehari-hari? Salah satu cara untuk mengharmonisasikan hak dan kewajiban asasi dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan menghindarkan diri kita dari sikap egois atau terlalu mementingkan diri sendiri.

Upaya untuk mengharmonisasikan hak dan kewajiban asasi manusia merupakan salah satu bentuk dukungan terhadap penegakan HAM yang dilakukan oleh pemerintah.

Lebih baru Lebih lama